Sabtu, 09 Maret 2013

SHOCK

Diposting oleh Unknown di 20.21

MAKALAH PATOFISIOLOGI
“SHOCK”





Disusun Oleh :
1.    Destiana Refnida P                          (A.102.08.015/1.B1)
2.    Desty Wulandari                             (A.102.08.016/1.B1)
3.    Devi Sintya Pangestika                   (A.102.08.017/1.B1)
4.    Dian Faisal A                                   (A.102.08.019/1.B1)
5.    Esty Nur Cahyanti                          (A.102.08.026/1.B1)


AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2013


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Definisi 
Shock adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif, kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan shock. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya shock. Penyebab syok harus ditentukan (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik shock). (Bruner & Suddarth,2002).
Shock adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan shock dan homeostasis, shock adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan. Shock merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif
Shock adalah sutu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi, 2006). Shock dapat didefinisikan sebagai gangguan system sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi  dan oksigenasi jaringan. Jaringan akan kehilangan oksigen dan bisa cedera. (Az Rifki, 2006)
      
B. Macam-macam shock
1.Shock kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
2.Shock hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
3.Shock  distributif terdiri dari :
a)    Shock anafilaktik (akibat reaksi alergi)
b)    Shock septik (berhubungan dengan infeksi)
c)    Shock neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).



BAB II
PEMBAHASAN
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok). (Bruner & Suddarth,2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan.Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif
Syok adalah sutu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi, 2006). Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan system sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi  dan oksigenasi jaringan. Jaringan akan kehilangan oksigen dan bisa cedera. (Az Rifki, 2006)

                   I.   Macam-macam shock
1.   Shock kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung).
     Disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan
     Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Patofisiologi shock kardiogenik
Tanda dan gejala shock kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung yang ada pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri coroner berkurang sehingga asupan oksigen ke jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik shock kardiogenik adalah tekanan darah rendah , nadi cepat, dan lemah, hipoksia otak yang termanisfestasi dengan adanya konfusi dan agitasi penurunan keluaran urine, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung seperti pada gagal jantung. Penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:
A. Keluhan Utama Syok Kardiogenik
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
B. Tanda Penting Syok Kardiogenik
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.

2.   Shock hipovolemik ( akibat penurunan volume darah)
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular dan ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan intersisial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini akanmenggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70 kg. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).

Patofisiologi Syok Hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna. 
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatanpelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus(diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik denganmeningkatan Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.

3.   Shock distributif
         Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
Etiologi shock distributif
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu 
(1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
(2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah
(3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
A.          Syok Neorugenik
disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat  kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini  diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.

B.           Syok Anafilaktik
Syok anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi tipe yang fatal dan dapat menimbulkan “bencana”, yang dapat terjadi dalam beberapa detik-menit, sebagai akibat reaksi antigen antibody, pada orang-orang yang sensitive setelah pemberian obat-obat secara parentral, pemberian serum / vaksin atau setelah digigitserangga.
Reaksi ini diperankan oleh IgE antibody yang menyebabkan pelepasan mediator kimia dari sel mast dan sel basofil yang beredar dalam sirkulasi berupa fistamin, SRS-A, serotonin dll.


Patofisiologi shock anafilaktik
Mekanisme umum terjadinya reaksi anafilaksis dan anafilaktoid adalah berhubungan dengan degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia yang selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat terjadi melalui kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E yaitu melalui pelepasan histamine secara langsung.
Mekanisme lain adalah adanya gangguan metabolisme asam arachidonat yang akan menghasilkan leukotrien yang berlebihan kemudian menimbulkan keluhan yang secara klinis tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat terjadi pada penggunaan obat-obat NSAID atau pemberian gama-globulin intramuscular

C.       Syok Septik
Shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan (Brunner & Suddarth vol.3, edisi 8, 2002)
Menurut M. A Henderson (1992), Shock septik adalah shock akibat infeksi berat dimana sejumlah besar toksin memasuki peredaran darah . Escherichia coli merupakan kuman yang sering menyebabkan shock ini.Secara umum shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksipejamu umum toksin. Hesilnya adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
Shock septik sering terjadi pada:
Ø  Bayi baru lahir
Ø  Usia diatas 50 tahun
Ø  Penderita gangguan system kekebalan

Patofisiologi shock septik
Yaitu respon imun yang membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi mempunyai beberapa efek yang menharah pada perembesan cairan dari kapiler, yang mengarah pada shock , yaitu peningkatan  permeabilitas kapiler yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Sebelum terjadinya shock septik biasanya didahului oleh adanya suatu infeksi sepsis.
Infeksi sepsis bisa bisebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Pada bakteri gram negatif yang berperan adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit, diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi, sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein, kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).
Sedangkan pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi yang berlebih.
Sepsis merupakan proses infeksi dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multiple. Penyebaran infeksi bakteri gram negative yang berat potensial memberikan sindrom klinik yang dinamakan syok septik. Penyebab syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat sitokinesis(zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan ganggguan peredaran darah
Tanda dan gejala shock septik
Pertanda awal dari shock septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan kebingungan yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari jantung memang meningkat tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah menurun. Pernafasan menjadi cepat sehingga paru-paru mengeluarkan karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya didalam darah menurun. Gejala awal berupa menggigil hebat suhu tubuh yang naik secara cepat, kulit hangat dan kemerahan denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun naik. Pada stadium lanjut suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Tanda dan gejala yang lain seperti:
·         Demam tinggi
·         Vasodilatasi
·         Peningkatan HR
·         Penurunan TD
·         Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat Vasodilatasi)
Bila shock memburuk beberapa organ mengalami kegagalan seperti:
·         Ginjal: produksi air kemih berkurang
·         Paru-paru: gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah
·         Jantung: penimbunan cairan dan pembengkakan. Bisa timbul bekuan darah didalam pembuluh darah.
Factor resiko terjadinya shock septik:
Penyakit menahun (kencing manis, kanker darah saluran kemih – kelamin, gati , kandung empedu, usus) infeksi, pemakaian antibiotic jangka panjang dan tindakan medis atau pembedahan.
                II.   PENYEBAB

Syok bisa disebabkan oleh:
  Perdarahan (syok hipovolemik)
  Dehidrasi (syok hipovolemik)
  Serangan jantung (syok kardiogenik)
  Gagal jantung (syok kardiogenik)
  Trauma atau cedera berat       
  Infeksi (syok septik)
  Reaksi alergi (syok anafilaktik)
  Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
  Sindroma syok toksik.

    III.         TANDA DAN GEJALA SHOCK
Sistem kardiovaskuler
·         Gangguan sirkulasi perifer-pucat, ekstremitas dingin,kurangnya pengisian vena perifer lebih bermakna disbanding penirunan tekanan darah.
·         Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan karena mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
·         Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
·         CVP rendah.
Sistem respirasi
·         Pernafasan cepat dan dangkal.
Sistem syaraf pusat
·         Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat sedatife dan analgetika jagan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan .
Sistem saluran cerna
·         Bisa terjadi mual dan muntah
Sistem saluran kencing
Produksi urine berkurang. Normal rata-rata produksi urine pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5 – 1 ml/kg jam).





BAB III
PENUTUP
Syok digolongkan menjadi 3 yaitu syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung), syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah), dan syok distributif dibagi lagi menjadi syok anafilaktik (akibat reaksi alergi), syok septik (berhubungan dengan infeksi), syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Ø  Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Ø  Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume intravascular.
Ø  Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
(1) syok neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
(2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah
(3) syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi







DAFTAR PUSTAKA
1.      HauptMT ,Fujii TK et al (2000) Anaphylactic Reactions. In :Text Book ofCritical care. Eds : Ake Grenvvik,Stephen M.Ayres,Peter R,William C.Shoemaker 4th edWB Saunders companyPhiladelpia-Tokyo.pp246-56
2.      Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :International edition Emergency Medicine.Eds :Tintinalli,Kellen,Stapczynski 5th ed McGrraw-Hill New York-Toronto.pp 242-6
3.      Martin (2000) In: Fundamentals Anatomy and Physiology,5th ed pp.788-9
4.      Rehatta MN.(2000). Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan. In : Update on Shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu.Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga Surabaya.
5.      Sanders,J.H, Anaphylactic Reaction Handbook of Medical Emergencies, Med.Exam. Publ.Co,2 nd Ed.154 : 1978.
6.      Austen, K.F, : Systemic Anaphylaxix in Man JAMA, 192 : 2 .1965.
7.      Van-Arsdel,P,P ,: Allergic Reaction to Penicillin, JAMA 191 : 3, 1965.
8.      Petterson,R and Arbor A. Allergic Energencies. The Journal of the American Medical Association 172 : 4,1960.
9.      Shepard, D.A. and Vandam.L,D. Anaphylaxis Assiciated with the use of Dextran Anesthesiology 25: 2, 1964.
10.  Currie, TT. Et al, Severe Anaphylactic Reaction to Thiopentone : Case report,British Medical Journal June 1966.
11.  Kern R,A. Anphylactic Drug Reaction JAMA 6 :1962.
12.  Cook, D.R. Acute Hypersensitivity Reaction to Penicillin During general Anesthesia : Case Report. Anesthesia and Analgesia 50 : 1, 1971.
13.  Prof dr A.Husni Tanra, PhD, SpAn, KIC
Bagian Anestesiologi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin-Makassar
Diposkan oleh Ivan-Atjeh Anestesi


0 komentar:

Posting Komentar

 

Dunia Reguler 1.B.1 Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting