MAKALAH
PATOFISIOLOGI
“SHOCK”
Disusun Oleh :
1. Destiana
Refnida P (A.102.08.015/1.B1)
2. Desty
Wulandari (A.102.08.016/1.B1)
3. Devi
Sintya Pangestika (A.102.08.017/1.B1)
4. Dian
Faisal A (A.102.08.019/1.B1)
5. Esty
Nur Cahyanti (A.102.08.026/1.B1)
AKADEMI
ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Shock adalah kondisi hilangnya
volume darah sirkulasi efektif, kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak
adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi
kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan shock. Seseorang
dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya shock. Penyebab syok
harus ditentukan
(hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik shock). (Bruner &
Suddarth,2002).
Shock adalah suatu sindrom klinis
akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi
jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.
Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan shock dan
homeostasis, shock adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke
jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain
ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan. Shock merupakan keadaan gawat yang
membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus
di unit terapi intensif
Shock adalah sutu sindrom klinis kegagalan akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni Ashadi, 2006). Shock
dapat didefinisikan sebagai gangguan system sirkulasi yang menyebabkan tidak
adekuatnya perfusi dan oksigenasi
jaringan. Jaringan akan kehilangan oksigen dan bisa cedera. (Az Rifki, 2006)
B. Macam-macam shock
1.Shock kardiogenik (berhubungan
dengan kelainan jantung)
2.Shock hipovolemik (
akibat penurunan volume darah)
3.Shock distributif terdiri dari :
a) Shock anafilaktik (akibat
reaksi alergi)
b) Shock septik (berhubungan
dengan infeksi)
c) Shock neurogenik (akibat
kerusakan pada sistem saraf).
BAB II
PEMBAHASAN
Syok adalah kondisi hilangnya volume
darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak
adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi
kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang
dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok
harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok). (Bruner
& Suddarth,2002).
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat
kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi
jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.
Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan.
Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh
tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan.Syok merupakan
keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu
atau terus-menerus di unit terapi intensif
Syok adalah sutu sindrom klinis
kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi
jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis
(Toni Ashadi, 2006). Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan system sirkulasi
yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi
dan oksigenasi jaringan. Jaringan akan kehilangan oksigen dan bisa
cedera. (Az Rifki, 2006)
I. Macam-macam
shock
1.
Shock kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung).
Disebabkan
oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi
berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok
kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan
Ventrikel
kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang
memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat
didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya
penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa
nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub
atau sekat jantung.
Patofisiologi
shock kardiogenik
Tanda dan gejala shock kardiogenik
mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung
mengakibatkan penurunan curah jantung yang ada pada gilirannya menurunkan
tekanan darah arteri ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri coroner
berkurang sehingga asupan oksigen ke jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah
lingkaran setan. Tanda klasik shock kardiogenik adalah tekanan darah rendah ,
nadi cepat, dan lemah, hipoksia otak yang termanisfestasi dengan adanya konfusi
dan agitasi penurunan keluaran urine, serta kulit yang dingin dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung seperti pada gagal
jantung. Penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel
kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan
mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir
diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End
Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai
pompa yang efektif.
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:
A. Keluhan Utama Syok Kardiogenik
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
2. Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
B. Tanda Penting Syok Kardiogenik
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
4. Nadi cepat, kecuali ada blok A-V.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.
2.
Shock hipovolemik (
akibat penurunan volume darah)
Syok
hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan
volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular
dan ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh
total sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu
kompartemen intravascular dan intersisial. Volume cairan interstitial adalah
kira-kira 3-4x dari cairan intravascular. Syok hipovolemik terjadi
jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%. Hal ini
akanmenggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan 70
kg. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang
cepat (syok hemoragik).
Patofisiologi Syok Hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan
mengaktivasi sistem fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi,
kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan
darah yang berat dan akut dengan mengaktivasi
kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui
pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui
pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya
menyebabkan penumpukan fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu
sekitar 24 jam untuk menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi
bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap
syok hipovolemik dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan
kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini
terjadi akibat peningkatanpelepasan
norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus(diatur
oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh
darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah
ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok
hemoragik dengan peningkatan
sekresi renin dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya akan
dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II
mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi
aktif natrium dan akhirnya akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok
hemoragik denganmeningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula
pituitari posterior sebagai respon terhadap penurunan
tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap penurunan konsentrasi
natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung ADH
menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis,
duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
3.
Shock
distributif
Syok distributif atau vasogenik terjadi
ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti
ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
Etiologi shock distributif
Syok distributif dapat disebabkan baik
oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari
sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok distributif
yaitu
(1) syok neurogenik seperti
cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
(2) syok anafilaktik seperti
sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah
(3) syok
septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan >
65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada
vasodiltasi awal dalam syok distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini
kedalam 3 tipe :
A.
Syok Neorugenik
disebut
juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok neurogenik
terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh
darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum
yang dalam).
Syok
neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal
berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah
splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya
disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat.
Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma
kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma
kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis akan
menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari
syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
B.
Syok Anafilaktik
Syok
anafilaksis merupakan suatu reaksi alergi tipe yang fatal dan dapat menimbulkan
“bencana”, yang dapat terjadi dalam beberapa detik-menit, sebagai akibat reaksi
antigen antibody, pada orang-orang yang sensitive setelah pemberian obat-obat
secara parentral, pemberian serum / vaksin atau setelah digigitserangga.
Reaksi ini diperankan oleh IgE
antibody yang menyebabkan pelepasan mediator kimia dari sel mast dan sel
basofil yang beredar dalam sirkulasi berupa fistamin, SRS-A, serotonin dll.
Patofisiologi shock anafilaktik
Mekanisme
umum terjadinya reaksi anafilaksis dan anafilaktoid adalah berhubungan dengan
degranulasi sel mast dan basophil yang kemudian mengeluarkan mediator kimia
yang selanjutnya bertanggung jawab terhadap symptom. Degranulasi tersebut dapat
terjadi melalui kompleks antigen dan Ig E maupun tanpa kompleks dengan Ig E
yaitu melalui pelepasan histamine secara langsung.
Mekanisme
lain adalah adanya gangguan metabolisme asam arachidonat yang akan menghasilkan
leukotrien yang berlebihan kemudian menimbulkan keluhan yang secara klinis
tidak dapat dibedakan dengan meknisme diatas. Hal ini dapat terjadi pada
penggunaan obat-obat NSAID atau pemberian gama-globulin intramuscular
C.
Syok Septik
Shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah
keadaan ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan (Brunner
& Suddarth vol.3, edisi 8, 2002)
Menurut M. A
Henderson (1992), Shock septik adalah shock akibat infeksi berat dimana
sejumlah besar toksin memasuki peredaran darah . Escherichia coli merupakan kuman yang sering menyebabkan shock
ini.Secara umum shock septik adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme
mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksipejamu umum toksin. Hesilnya adalah
keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
Shock
septik sering terjadi pada:
Ø Bayi baru lahir
Ø Usia diatas 50 tahun
Ø Penderita gangguan system kekebalan
Patofisiologi
shock septik
Yaitu respon imun yang membangkitkan
aktivasi berbagai mediator kimiawi mempunyai beberapa efek yang menharah pada
perembesan cairan dari kapiler, yang mengarah pada shock , yaitu
peningkatan permeabilitas kapiler yang
mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi. Sebelum
terjadinya shock septik biasanya didahului oleh adanya suatu infeksi sepsis.
Infeksi sepsis bisa bisebabkan oleh
bakteri gram positif dan gram negatif. Pada bakteri gram negatif yang berperan
adalah lipopolisakarida (LPS). Suatu protein di dalam plasma, dikenal dengan
LBP (Lipopolysacharide binding protein) yang disintesis oleh hepatosit,
diketahui berperan penting dalam metabolisme LPS. LPS masuk ke dalam sirkulasi,
sebagian akan diikat oleh faktor inhibitor dalam serum seperti lipoprotein,
kilomikron sehingga LPS akan dimetabolisme. Sebagian LPS akan berikatan dengan
LBP sehingga mempercepat ikatan dengan CD14.1,2 Kompleks CD14-LPS menyebabkan
transduksi sinyal intraseluler melalui nuklear factor kappaB (NFkB), tyrosin
kinase(TK), protein kinase C (PKC), suatu faktor transkripsi yang menyebabkan
diproduksinya RNA sitokin oleh sel. Kompleks LPS-CD14 terlarut juga akan
menyebabkan aktivasi intrasel melalui toll like receptor-2 (TLR2).
Sedangkan pada bakteri gram positif,
komponen dinding sel bakteri berupa Lipoteichoic acid (LTA) dan peptidoglikan
(PG) merupakan induktor sitokin. Bakteri gram positif menyebabkan sepsis
melalui 2 mekanisme: eksotoksin sebagai superantigen dan komponen dinding sel
yang menstimulasi imun. Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari
antigen presenting cells dan Vβ-chains dari reseptor sel T, kemudian akan
mengaktivasi sel T dalam jumlah besar untuk memproduksi sitokin proinflamasi
yang berlebih.
Sepsis merupakan proses infeksi dan
inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan endo atau eksotoksin terhadap
sistem imunologi, sehingga terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin
dan mediator, aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan
kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang menyebabkan
gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan disfungsi/kegagalan organ multiple.
Penyebaran infeksi bakteri gram negative yang berat potensial memberikan
sindrom klinik yang dinamakan syok septik. Penyebab syok septik terjadi akibat racun yang
dihasilkan oleh bakteri tertentu dan akibat sitokinesis(zat yang dibuat oleh
sistem kekebalan untuk melawan suatu infeksi). Racun yang dilepaskan oleh
bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan ganggguan peredaran darah
Tanda dan gejala shock septik
Pertanda
awal dari shock septik sering berupa penurunan kesiagaan mental dan kebingungan
yang timbul dalam waktu 24 jam atau lebih sebelum tekanan darah turun. Gejala
ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Curahan darah dari
jantung memang meningkat tetapi pembuluh darah melebar sehingga tekanan darah
menurun. Pernafasan menjadi cepat sehingga paru-paru mengeluarkan
karbondioksida yang berlebihan dan kadarnya didalam darah menurun. Gejala awal
berupa menggigil hebat suhu tubuh yang naik secara cepat, kulit hangat dan
kemerahan denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun naik. Pada
stadium lanjut suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal. Tanda dan gejala
yang lain seperti:
·
Demam
tinggi
·
Vasodilatasi
·
Peningkatan
HR
·
Penurunan
TD
·
Flushed
Skin (kemerahan sebagai akibat Vasodilatasi)
Bila shock memburuk beberapa organ
mengalami kegagalan seperti:
·
Ginjal:
produksi air kemih berkurang
·
Paru-paru:
gangguan pernafasan dan penurunan kadar oksigen dalam darah
·
Jantung:
penimbunan cairan dan pembengkakan. Bisa timbul bekuan darah didalam pembuluh
darah.
Factor resiko terjadinya shock septik:
Penyakit menahun (kencing manis, kanker
darah saluran kemih – kelamin, gati , kandung empedu, usus) infeksi, pemakaian
antibiotic jangka panjang dan tindakan medis atau pembedahan.
II. PENYEBAB
|
Syok bisa disebabkan oleh:
Perdarahan (syok
hipovolemik)
Dehidrasi (syok
hipovolemik)
Serangan jantung (syok
kardiogenik)
Gagal jantung (syok
kardiogenik)
Trauma atau cedera berat
Infeksi (syok septik)
Reaksi alergi (syok
anafilaktik)
Cedera tulang belakang
(syok neurogenik)
Sindroma syok
toksik.
|
III.
TANDA DAN GEJALA SHOCK
Sistem kardiovaskuler
·
Gangguan
sirkulasi perifer-pucat, ekstremitas dingin,kurangnya pengisian vena perifer
lebih bermakna disbanding penirunan tekanan darah.
·
Tekanan
darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan karena mekanisme kompensasi
sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah.
·
Vena
perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
·
CVP
rendah.
Sistem respirasi
·
Pernafasan
cepat dan dangkal.
Sistem syaraf pusat
·
Perubahan
mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar. Obat
sedatife dan analgetika jagan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien
memang karena kesakitan .
Sistem saluran cerna
·
Bisa
terjadi mual dan muntah
Sistem saluran kencing
Produksi urine berkurang. Normal
rata-rata produksi urine pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5 – 1 ml/kg jam).
BAB III
PENUTUP
Syok digolongkan menjadi
3 yaitu syok
kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung), syok hipovolemik ( akibat
penurunan volume darah), dan syok distributif dibagi lagi menjadi syok anafilaktik (akibat reaksi
alergi), syok septik (berhubungan
dengan infeksi), syok neurogenik (akibat
kerusakan pada sistem saraf).
Ø
Syok
kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Syok kardiogenik dapat
didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya
penyakit jantung, seperti infark miokard yang
luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru,
tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Ø
Syok
hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan
volume intravascular.
Ø Syok
distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh
darah perifer.
(1) syok
neurogenik seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal,
(2) syok
anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi,
alergi sengatan lebah
(3) syok septik
seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun,
malnutrisi
DAFTAR
PUSTAKA
1. HauptMT ,Fujii TK et al (2000)
Anaphylactic Reactions. In :Text Book ofCritical care. Eds : Ake
Grenvvik,Stephen M.Ayres,Peter R,William C.Shoemaker 4th edWB Saunders
companyPhiladelpia-Tokyo.pp246-56
2. Koury SI, Herfel LU . (2000)
Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :International edition Emergency
Medicine.Eds :Tintinalli,Kellen,Stapczynski 5th ed McGrraw-Hill New
York-Toronto.pp 242-6
3. Martin (2000) In: Fundamentals
Anatomy and Physiology,5th ed pp.788-9
4. Rehatta MN.(2000). Syok anafilaktik
patofisiologi dan penanganan. In : Update on Shock.Pertemuan Ilmiah
Terpadu.Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga Surabaya.
5. Sanders,J.H, Anaphylactic Reaction
Handbook of Medical Emergencies, Med.Exam. Publ.Co,2 nd Ed.154 : 1978.
6. Austen, K.F, : Systemic Anaphylaxix
in Man JAMA, 192 : 2 .1965.
7. Van-Arsdel,P,P ,: Allergic Reaction
to Penicillin, JAMA 191 : 3, 1965.
8. Petterson,R and Arbor A. Allergic
Energencies. The Journal of the American Medical Association 172 : 4,1960.
9. Shepard, D.A. and Vandam.L,D. Anaphylaxis
Assiciated with the use of Dextran Anesthesiology 25: 2, 1964.
10. Currie, TT. Et al, Severe
Anaphylactic Reaction to Thiopentone : Case report,British Medical Journal June
1966.
11. Kern R,A. Anphylactic Drug Reaction
JAMA 6 :1962.
12. Cook, D.R. Acute Hypersensitivity
Reaction to Penicillin During general Anesthesia : Case Report. Anesthesia and
Analgesia 50 : 1, 1971.
13.
Prof dr A.Husni Tanra, PhD, SpAn, KIC
Bagian Anestesiologi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin-Makassar
Bagian Anestesiologi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin-Makassar